Rabu, 06 Maret 2013

Mengenal Imam Syafii

Beliau adalah Muhammad ibn Idris ibn Al-abbas ibn Utsman Ibn Syafi` ibn Saib ibn Ubaid ibn Abdu yazid ibn Hasyim ibn Abdil muttalib ibn Abdi manaf `, beliau keturanan asli Quraisy . Nasab beliau rahimahullah sampai kepada kakek dari Nabi saw, yaitu Abdul Muttalib. Dengan begitu beliau termasuk kedalam ahlul bait.

Nama ibunya adalah Fatimah binti Abdillah ibn Al-hasan ibn Al-hasan ibn Ali ibn Abi thalib. Dalam satu riwayat dikatakan bahwa ibunya keturunan dari suka azd, sedangkan ada riwayat doif yang mengtakan ibunya keturanan bani abdul muttalib.

Beliau dilahirkan di kota gaza pada tahun 150 H,  bertepatan hari wafatnya Imam besar pendiri madzhab Hanafiyyah, Abu Hanifah rahimahullah. Beliau dilahirkan dalam keadaan yatim di negeri palestina, hiduplah beliau berdua dengan sang ibu yang mendidiknya tanpa ayah. Pada awalnya beliau bersama ibunya tinggal di kota gaza selama dua tahun setelah ayah kandungnya wafat. Kemudian sang ibu berfikir jika ia tinggal di mekah maka kehidupannya akan lebih baik, karena beliau lahir dari keturunan yang mulia.

Beliau rahimahullah menikah pada umur dua puluh sembilan tahun dengan seorang wanita dari keturunan sahabat Utsman ibn Affan rodiyallahu anhu, namanya adalah Hamdah binti Nafi` ibn Amru ibn Utsman ibn Affan. Beliau dikarunia anak laki yang  diberi nama Muhammad dan dua orang peremuan, Zainab dan Fatimah.

PERJALANAN MENUNTUT ILMU
Beliau mengawali perjalanan menuntut ilmunya dengan menghafal Al-Qur`an. Tak lama kemudian beliau menyelesaikan hafalannya ketika usianya tujuh tahun. Setelah menghafal beliau pergi ke Madinah untuk talaqqi pada ulama-ulama besar disana. Di kota inilah beliau berguru pada Imam besar, Malik ibn Anas rahimahullah selama enam belas tahun, dari tahun 163 H sampai 179 H.

Setelah talaqi kepada Imam hadis, beliau berhijarah menimba ilmu kepada Ahlur ro`yi (Ahli logika) di zamannya, yaitu Muhammad ibn Al-hasan As-syaibaaniy rahimahullah. Beliau adalah Mujtahid dan sehabat dari Imam Abu Hanfiah rahimahullah. Ketika mempelajari madzhab Imam abu hanifah, beliau mempunyai pandangan yang lebih luas dari gurunya, dengan begitu allah swt telah menganugerahkan kepada Imam syafii  ilmu dari dua madrasah besar, madrasah ahli hadis (di hijaz) dan madarasah ahli ro`yi (di Iraq). Setelah lama beliau menuntut ilmu, maka kembalilah ia ke kampung halamannya di mekkah. Kemudian mendirikan majelis ta`lim yang pertama setelah akalnya telah matang dalam keilmuan. Beliau diangkat menjadi mufti di kota mekah, pada umur lima belas tahun dimana para Fuqoha dan Ulama turut mendengarkan fatwa-fatwanya. Selain kecerdasan dan keuletan dalam menuntut ilmu beliau dikenal mempunyai akhlak yang mulia terhadap semua orang semasa hidupnya.

Setelah keilmuannya matang, metode pengajaran sudah sempurna beliau kembali ke Baghdad dan mendirikan Madzhab sendiri. Disnilah dikenal dengan madzhab Qodim dalam madzhab imam syafii.

DUA MADZHAB
Imam syafii mempunyai dua madzhab, Qodim dan Jadid. Madzhab qodim adalah apa yang di ucapkan oleh Imam syafii pada waktu di baghdad, sebelum sampainya ke mesir baik dengan dibukukan atau dengan bentuk fatwa. Sedangkan Madzhab jaded adalah apa yang diucapkan Imam syafii di mesir, baik dengan di bukukan ataupun dalam bentuk fatwa. Dalam hal ini imam syafii mempunyai perbedaan antar yang lama dan baru, dalam artian beliau sudah tidak lagi memakai pendapatnya yang waktu di Baghdad kecuali dalam beberpa masalah saja.

Pergantian madzhab ini menunjukan kedalaman beliau dalam menerapkan hukum fiqh, karena dalam tempat yang berbeda mempunyai standard hukum yang berbeda pula, karena ada pengaruh adat istiadat dan lainnya. Maka dalam madzhab beliau kaidah “Al-Aadatu muhakkamah (adat istiadat bisa menjadi sandaran hukum)”, menjadi salah satu kaidah pokok dalam madzhabnya, sehingga tidak kaku.
Murid-murid beliau yang terkenal waktu di Baghdad adalah Ahmad ibn Hanbal (pendiri madzhab hanbali), Abu tsaur, Az-za`farooniy. Sedangkan murid-muridnya yang terkenal setelah ke mesir adalah Al-muzaniy, Ar-rabi` al-muradiy, Muhammad ibn Abdillah ibn Al-hakam, Al-buwaitiy. Di mesir beliau mengarang kitab induk dalam madzab jadid nya, yaitu kitab Al-umm.

FIQH IMAM SYAFII  
Dalam dunia islam, ada empat madzhab yang dipegang oleh kaum muslimin sampai saat ini sebagai rujukan yang paling kuat, yaitu Hanfaiya, Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanbaliyah. Madzhab syafii dikenal dengan madzhab yang wasatiyah (menengah) tidak terlalu longgar dan tidak terlalu ketat. Dengan begitu madzhab ini bisa diterima di semua tempat dan kondisi tanpa menghilangkan sifat kehati-hatian dalam menggali hukum. Imam Ahmad ibn hanbal pernah berkata, “dahulu ilmu fiqh sangat kaku dan tidak berkembang bagi para ahlinya, namun setelah Imam syafii menjadi seorang ahli fiqh maka allah meluaskannya”.

Dalam hal penggalian hukum Imam syafii menggunakan lima perangkat hukum, yaitu Al-Quran, As-sunnah, Al-ijma dari apa yang tidak tercantum dalam Al-Quran dan sunnah, Qoulus sohabiy (Pendapat dari sahabat Nabi saw), dan Qiyas. PErangkat tersebut di pergunakan dengan berurutan sampai terakhir dengan pemahaman yang bersifat wasatiyyah.

KITAB-KITAB IMAM SYAFII
Kitab yang dikarang oleh Imam syafii dalam fiqh ada empat, Al-um, Al-imla`, Al-buwaiti, dan mukhtashor Al-muzani. Imam haramain meringkas kitab mukhtasor Al-muzani kedalam kitab An-nihayah, kemudian Imam ghazaliy meringkas kitab An-nihayah kedalam kitab Al-basith, setelah itu diringkas kedalam kitab Al-wasith, kemudian diringkas lagi kedalam kitab Al-wajiz, dan terakhir diringkas kedalam kitab Al-khulasoh.

WAFATNYA
Pada hari jumat  tahun 204 H setelah sholat ashar beliau rahimahullah, menghembuskan nafas terakhirnya. Beliau wafat di kairo dan dimakamkan di rumah Abdullah ibn Al-hakam, dan beliau meninggalkan banyak sekali khazanah keilmuan. Ketika di makamkan banyak orang yang mengantarkannya ke pemakaman dan medoakannya.

Begitulah kisah seorang Imam dari umat islam. Ada banyak ibrah yang bisa kita ambil, salah satunya adalah ketekunan dan kesungguhan dalam menuntut ilmu dan betapa pentingnya arti sebuah proses bagi seorang yang menuntut ilmu untuk sampai pada jenjang yang paling tinggi. Bahwa sejatinya sesuatu itu bisa dicapai dengan keuletan, sampai Allah swt sendiri yang akan membukakannya dalam keuletan kita. Jika kita ingin menggali lagi kisah-kisah dari para imam yang lain, tak akan habisnya hikmah yang terkandung di dalamnya. Wa kulluhum min rasulillahi multamisun ghorfan minal bahri aw rosyfan minald diyami. Wa minallahit taufiq. Wallahu `alam.

Penulis adalah Mahasiswa Al-azhar, kairo. Fac Islamic law.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar