Rabu, 06 Maret 2013

Mengenal Ilmu Mantiq (Logika)


Logika


Sebelum kita memasuki Fan tentu kita harus tahu gambaran keseluruhannya, agar ketika masuk dalam fantersebut akan lebih mudah dan bisa memahami lebih dalam.

Imam Shobban Rahimahullah (Sohibul Hawasyi An-Nafi`ah) mengatakan, setidaknya dalam menggambarkan  suatu fan kita harus tau sepuluh rincian, yaitu Had (Definisi), Maudhu` (Pembahasan), Manfaat dan Keutamaan, Hubungannya dengan ilmu lain, Penemu, Nama lain, Asal Pengambilan, Hukumnya, dan Masail.  Dalam baitnya :

ان مبادئ كل فن عشرة الحد والموضوع ثم الثمرة وفضله ونسبة والواضع الاسم الاستمداد حكم الشارع فمسائل والبعضب البعض اكتفى ومن درى الجميع نال الشرفا

1.   Had
Secara bahasa mantiq adalah masdar mimi, dan kata kerjanya adalah nathaqa-yanthiqu-nuthqan-wa manthiqan yang berarti takallama (berbicara). An-Nuthqu mempunyai dua makna, lisaniy (yang berasal dari lisan, yang berupa lafal), dan nasfiy (yang ada dalam diri manusia berbentuk buah pikiran). Yang dimaksud dalam pembahasan kali ini adalah yang kedua, yaitu buah pikiran/akal manusia.

Dalam kitan Iisaghuji karangan Imam Atsir Ad-Din yang disayarahkan oleh Syaikh Al-Islam Zakariya Al-Anshori, secara Istilah Mantiq adalah :

Sebuah kumpulan kaidah yang digunakan dalam berfikir, dimana jika seorang menjaganya akan terhindar dari kesalahan dalam mencapai tujuan  berfikir.

Dari ta`rif diatas kita bisa mengetahui, inti dari mantiq adalah sebuah aturan dalam berfikir, yang  dengan aturan tersebut seseorang akan terhindar dari kesalahan dalam mencapai pengetahuan yang baru.

Sebagai contoh, jika kita tidak mengetahui arti dari kata Kuda. Untuk mengetahuinya, kita harus menyebutkan jenisnya dahulu kemudian diffrensia/fashl ( ciri pembeda) dari hewan lainnya. Dengan begitu kita akan mengatakan “Kuda adalah Hewan yang meringkik”. Hewan merupakan jenis dari kuda, dan meringkik merupakan pembedanya dari hewan lain, maka akan tergambar dengan jelas makna dari kata Kuda.

Definisi Mantiq diatas adalah dengan mennyebutkan faidah, yang kita kenal dengan Ta`rif bi Ar-Rosm (ciri eksternal). Ta`rif bi Ar-Rosm (seperti definisi yang menggunakan tujuan dan manfaat) lebih dikedepankan untuk orang yang belum mengenal sebelumnya terhadap hakikat sesuatu.

2. Maudhu` (Pembahasan)
Tentunya setiap ilmu mempunyai pembahasan yang berbeda dengan ilmu lainnya, dan mustahil akan adanya satu maudhu` yang sama dalam dua ilmu yang berbeda.

Mantiq membahas Ma`lum Tahsawuri (pengetahuan konsepsi) dan Tasdhiqiy (pengetahuan relasio).

Yang harus digaris bawahi adalah, Mantiq tidak membahas pada sisi lafal. Pada aslinya mantiq tidak membahas lafal, akan tetapi pada makna lafal. Namun karena makan tak bisa diketahui kecuali dengan adanya lafal, maka lafal dimasukan kedalam ilmu mantiq sebagai muqoddimah  dan bukan sebagai pembahasan asli. Begitu juga, mantiq bukanlah cabang dari ilmu filsafat, namun sebagai muqaddimah untuk masuk kedalam filasafat dan ilmu lainnya.

3. Manfaat
Menghindarkan pola yang berpikir yang salah dalam berfikir. Dengan catatan jika seorang menjaga kaidah-kaidahnya.

4. Hubungan Dengan Ilmu Lainnya
Ilmu Syar`i terbagi manjadi dua, alat dan maqasid. Dalam hal ini, mantiq termasuk ilmu alat yang dibutuhkan untuk masuk kedalam banyak fan. Mantiq merupakan asas dalam setiap ilmu, sehingga mantiq merupakan dasar bagi setiap orang. Bahkan Imam Gozali menamai kitab mantiqnya dengan nama Mi`yarul Ulum.

5. Penemu
Pendapat yang masyhur, penemunya adalah Aristoteles. Dalam pendapat lain mengatakan penemunya adalah Fara`inah (orang-orang Mesir kuno). Adapula yang mengatakan Al-Hunud (orang-orang India zaman dahulu). Namun yang mu`tamad adalah yang pertama.

6.Nama Lain
Fan ini mempunyai beberapa nama selain dengan nama Mantiq. Contohnya Al-Mizan, dan Mi`yarul Ulum.

7.Pengambilan
Asal pengambilan Fan ini adalah dari Akal sehat manusia. Sebenarnya, secara fitrah mantiq sudah ada dalam diri manusia hanya saja belum dijadikan sebagai kaidah yang paten.

8.Hukumnya
Ada perbedaan pandangan dikalangan Ulama. Pertama, mengatakan haram secara mutlak seperti Ibnu Shalah RA dan Imam Nawawi RA. Kedua, membolehkan secara mutlak, seperti Imam Ghazaliy RA. Ketiga, mengatakan boleh dengan syarat, jika seorang itu sudah ada dibekal oleh Al-Qur`an dan Sunnah maka boleh, seperti yang dipilih oleh Imam Akhdoriy RA dalam nazamnya.

Perbedaan pendapat diatas sebenarnya kembali pada mantiq yang tercampuri oleh akidah filsafat. Seperti yang tertera dalam kitab Thawali` karangan Imam Baidhawiy RA. Sehingga yang dikhawatirkan jika seorang mempelarinya akan terjerumus pada syubuhat yang disebutkan dalam kitab tersebut.

Seiring dengan berjalannya waktu dan jerih payah ulama, maka sekarang mantiq dalam dunia islam sudah dibersihkan dari aqidah filsafat, tidak seperti zaman Imam Nawawi RA dan Ibnu Shalah RA. Bahkan Mantiq digunakan dalam banyak hal untuk pijakan kedalam beberapa Ilmu syar`i. Seperti kitab sullam, isaghujiyataupun tahdzibul mantiq semunya terlepas dari aqidah filsafat. Sehingga kekhawatiran sudah tidak terjadi. Dengan begitu, hukum untuk mempelajari mantiq yang sudah tidak tercampur aqidah filsafat adalah boleh, bahkan fardhu kifayah.

9. Masail
Permasalahan yang ada dalam ilmu Mantiq ada empat : tashawwur (mabadi` dan maqashid), dan tashdiq (mabadi` dan maqashid).

Mabadi` tashawwur adalah kuliyatul khams, sedangkan Maqashidnya Qoul Syarih (Definisi). Mabadi` Tasshdiq adalah Qodhoya wa Ahkamuha (Al-Aks dan At-Tanaqudh), sedangkan Maqashidnya adalah (Al-Qiyas/Burhan/Hujjah/Dalil).

10. Keutamaan
Ilmu ini merupakan timbangan bagi setiap ilmu. Dengan tidak mempelajari ini, banyak para cendekiawan mengalam kontradiksi dalam kata-katanya tanpa ia rasakan. Inilah salah satu point terpenting dari mantiq, menjauhkan manusia dari kontradiksi dalam ucapannya.

Imam Ghazaliy RA berkata : Siapa yang tak mempelajari mantiq, makan tidak ada ke-tsiqohan dalam ilmunya.

Wallahu`alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar